Kunci
berhasil dan menariknya film horror adalah ketika film itu mampu menciptakan
atmosfer sekaligus membentuknya menjadi satu dalam kerangka film yang utuh
secara organik. Film horror yang baik adalah film yang tidak sekadar menjual “setan”
yang sudah dibentuk sedemikian rupa oleh tim make up / artistik, melainkan film
horror yang dengan cerdik dan cerdas memberitahu penonton bahwa ada yang lebih
seram dari “setan” itu sendiri.
Satu
contoh sangat jelas diperlihatkan oleh Joko Anwar melalui reboot Pengabdi
Setan. Film ini mengawali adegan dengan suasana yang manis, lewat gambar, dan warna
film yang memanjakan mata. Lalu setelahnya film mulai membangun atmosfer yang
seram dan menegangkan perlahan, tanpa tergesa-gesa, tanpa memaksa bernafsu
untuk segera menunjukkan “setan” dan ketakutan. Pengabdi Setan benar-benar
membuat kita sebagai penonton menunggu apa yang bakal terjadi setelahnya.
Pengabdi
Setan adalah film horror yang kokoh—sangat kokoh! Dia tidak sekadar menjual
ketakutan dari setan yang ada, ketakutan itu tercipta salah satunya melalui
para tokohnya, yang membuat kita sebagai penonton percaya, bahwa mereka—para tokoh
sudah hampir gila rasanya terus menerus diganggu. Ya, para tokoh bermain sangat
apik. Mereka dapat mewakili pikiran-pikiran manusia sesuai dengan umurnya.
Saking bagus dan menariknya film Pengabdi Setan ini, saya sampai tidak hapal
betul siapa nama mereka semua. Saya sudah langsung jatuh cinta bahkan hanya
dengan atmosfer film.
Joko
Anwar memberikan sesuatu yang baru dalam karyanya yang satu ini, sentuhan baru
yang seingat saya belum pernah ada di filmnya. “Motion”. Pergerakan Kamera “zoom
in” yang sangat halus, seperti film-film lawas. Seperti diawal film saat kamera
mengambil gambar tokoh ibu melalui cermin lemari lalu title “Pengabdi Setan”
muncul dengan scoring yang mencekam. Seperti memberitahu penonton untuk
bersiap, karena keseraman akan dimulai.
Saya
berani mengatakan bahwa Pengabdi Setan adalah satu-satunya film horror
Indonesia di dekade baru ini dengan ritme yang sangat sempurna. Penonton
seperti “dikerjain”, membuat kita harus siap-siap dengan apa yang terjadi
setelah itu, meski kadang apa yang kita tunggu ternyata bukan point dari scene
tersebut. Tapi setelahnya tanpa diduga keseraman hadir kembali, sekaligus
mencekam yang langsung membuat bulu kuduk berdiri—merinding.
Film
ini sekaligus memanjakan penonton yang menyukai kedetailan dalam sebuah film.
Tim artistiknya jago, tidak ada kealpaan sama sekali ataupun kesalahan artistik
yang masih banyak kita temui dalam film-film di Indonesia, terkhusus film
horror. Pengabdi Setan adalah sinema yang kita rindukan , setelah sekian lama
industri ini dipenuhi film-film yang tidak berhasil memuaskan penontonnya.
Simbol-simbol
dalam Pengabdi Setan juga bukan sekadar menjadi pelengkap film saja. Dia
benar-benar menyatu secara organik, yang membuat saya seketika kagum, karena
simbol-simbol itu ditempatkan pada tempat dan situasi yang pas dan tepat.
Seperti lonceng yang digunakan ibu, lagu kelam malam, hingga Ian yang hampir
sepanjang film menggunakan bahasa isyarat dan mampu membuat penontonnya tertawa
setelah sebelumnya dihadirkan keseraman yang mencekam. Ian adalah “tameng” bagi penonton.
Dan
seperti ciri khas Joko Anwar di setiap filmnya, ia selalu berhasil menanamkan
pertanyaan pada setiap penontonnya setelah film selesai dan lampu bioskop
dinyalakan. Tidak terkecuali Pengabdi Setan. Baru kali ini saya menonton film
horror yang sesegera ingin saya akhiri karena armosfer seram sekaligus mencekam
yang hadir sepanjang film. Bravo Joko!
#BanggaFilmIndonesia
-----