Sudah
seminggu lamanya televisi terus menyiarkan kasus yang menggemparkan masyarakat.
Kematian seorang wanita muda bernama Rina, setelah meminum secangkir kopi di
salah satu gerai kopi terkenal di Jakarta. Polisi terus mendalami kasus,
bekerjasama dengan polisi Australia untuk ikut menyelidiki. Dari rekaman CCTV
polisi belum bisa menyimpulkan pelaku dibalik kasus ini.
Tiga
orang yang berada dekat dengan korban saat kejadian, telah dimintai
keterangannya. Tiga orang tersebut masih berstatus menjadi saksi. Seorang
diantaranya adalah kekasih Rina bernama Panji, yang dalam kesaksiannya
mengatakan bahwa dia menjemput Rina di rumahnya. Panji adalah seorang mahasiswa
semester lima jurusan kedokteran.
Kedua
wanita yang juga berada satu meja dengan Panji adalah Siska dan Fina. Siska sama
dengan Rina mahasiswi semester lima jurusan ilmu kimia, sedangkan Fina adalah
bartender di gerai kopi tempat Rina meregang nyawa. Fina adalah kakak kelas
Rina di SMA. Fina baru satu bulan bekerja di gerai kopi itu, setelah menyelesaikan
sekolah barista di Singapura.
------
Sabtu
siang, pukul dua. Rina menerima kabar bahwa Fina bekerja di gerai kopi yang
biasa di datangi Rina dan teman-temannya. Rina menghubungi Fina untuk bisa
bertemu di tempat Fina bekerja, Fina mengiyakan ajakan Rina dengan sedikit
terpaksa. Fina adalah salah satu orang yang membenci Rina saat di SMA, Rina
yang menjadi ratu di SMA, membuat aura kebintangan Fina tertutup dengan
kecantikan Rina yang menarik perhatian banyak pria. Fina masih mengingat bahwa
Rina-lah penyebab kandasnya hubungan antara Fina dan Rio, kekasih masa SMAnya.
Dan hingga kini, Fina belum bisa melupakan Rio yang telah menjadi kekasihnya
selama hampir tiga tahun. Seminggu setelah putus, Fina mendengar kabar yang
tidak mengenakkan, bahwa Rio dan Rina berpacaran. Sebulan kemudian tawa Fina
kembali, setelah mendengar Rio dan Rina putus hubungan.
Sabtu
siang, pukul dua. Rina menelpon Siska, mengajaknya bertemu Fina sambil ngopi.
Siska adalah sahabat baiknya di kampus, mahasiswi yang digilai banyak mahasiswa
di kampusnya. Siska menyimpan rasa cinta pada Panji, kekasih Rina. Baginya Rina
adalah wanita paling beruntung, karena bisa bersanding manis dengan pria paling
tampan di kampus. Siska mengiyakan ajakan Rina dengan girang, karena seingat
Siska sudah lebih dari sebulan dia tidak ngopi bareng Rina. Siska masih belum
memilikki kekasih sejak dia mengetahui sahabatnya sendiri mendapatkan pria
incarannya sejak semester pertama.
Sabtu
siang, pukul dua. Siska mengirim pesan untuk Panji. Sudah tiga hari Rina dan
Panji tidak dalam keadaan yang harmonis. Siska yakin bahwa Rina tidak mengajak
Panji. Rina-pun tidak tahu bahwa sudah tiga hari juga, Siska dan Panji tampak
mesra, melalui percakapannya di whatsapp. Siska dan Panji tampak seperti
sepasang kekasih yang sedang dimabuk cinta. Panji membalas pesan Siska dengan
sangat menggoda, menawarkan untuk menjemput, tapi Siska menolak. Siska tidak
ingin Rina curiga dengannya. Akhirnya, Siska menyuruh Panji untuk menjemput
Rina sebelum menjemputnya.
------
Dengan
mercedez hitamnya, Panji keluar dari basement apartemennya, menuju rumah Rina
untuk mejemput. Panji baru memberitahu Rina di setengah perjalanan menuju rumah
Rina, setengah kesal Rina mengiyakan ajakan Panji untuk menunggunya sepuluh
menit lagi. Di dalam mobil, Panji asik menerima telpon dari Siska, bercanda
dengan menggodanya penuh nafsu dan hasrat membabi buta. Siska menerimanya
sebagai ajakan serius, untuk bercinta di apartemen Panji nanti malam. Panji
tersenyum puas, memberi kecupan, lalu menutup telponya ketika balkon lantai dua
rumah Rina sudah terlihat dari mulut gang.
Klakson
mobil Panji sudah berbunyi tiga kali setelah Rina keluar dan menutup pagar
rumahnya. Setelah duduk di samping Panji, Rina menyuruh Panji untuk menjemput
Siska. Panji tersenyum, dia tidak perlu mencari alasan untuk menjemput Siska.
Rumah Siska tidak terlalu jauh dari rumah Rina, hanya butuh sepuluh menit untuk
sampai. Di dalam mobil Panji sengaja tidak membuka obrolan, Rina juga malas
mengajak Panji ngobrol. Sebenarnya Rina telah mengetahui bahwa Panji—kekasihnya,
selingkuh dengan sahabatnya sendiri—Siska. Rina ingin melihat gerak-gerik Panji
dan Siska ketika ada dirinya.
Setelah
menjemput Siska, Rina semakin yakin bahwa ada sesuatu diantara Panji dan Siska.
Cara Panji mengajak ngobrol Siska dan cara Panji melirik Siska lewat cermin di
atas kepalanya. Rina mencoba bersikap normal dan menahan tanya yang ingin dia
lontarkan. Jarak dari rumah Siska dengan gerai kopi lumayan jauh, memakan waktu
setengah jam. Selama itu juga kesunyian mengendap di dalam mercedez hitam milik
Panji.
------
Mercedez
hitam milik Panji, sampai di pusat perbelanjaan terkemuka di Jakarta, tempat
gerai kopi yang dimaksud. Ketiganya turun bersamaan, Panji mencari petugas
Valet Parking, Rina dan Siska meninggalkan Panji, memilih untuk langsung menuju
gerai kopi. Setelah urusan Panji dan petugas Valet Parking selesai, Panji buru-buru
mengejar Rina dan Siska, merangkul tengkuk Rina dan Siska. Rina langsung melepas
rangkulan Panji, diikuti Siska yang awalnya tersenyum menatap Panji dan
memegang jari-jarinya. Gerai kopi terlihat dari kejauhan, Rina mempercepat
langkahnya diikuti Panji yang buru-buru mencium pipi kiri Siska—menggodanya. Siska
ikut mempercepat langkahnya, menutup mulutnya—menahan tawa.
“Hai
Rina,” sambut Fina, melambaikan tangan.
“Fina!!
long time no see,” balas Rina, memeluk Fina.
“Rina!!
Kangen aku sama kamu… Loh, ada Siska juga?” Fina menatap Siska, sahabat satu
kelas masa SMAnya.
“Eh,
Fina? Sekarang kerja disini?” Tanya Siska, memeluk sahabat masa SMAnya,
terlihat seperti dua orang yang suda sangat lama tidak bertemu.
“Baru
sebulan kok,” Senyum Fina.
“Kamu
kok nggak kasih tahu aku kalau mau ketemu Fina,” Tanya Siska pada Rina.
“Surprise!!”
Jawab Rina girang.
“Eh
iya, ini… Kenalin pacar ak… Pacarnya Rina!” Kata Siska, tersenyum pahit.
“Panji,”
Ucap Panji, menyalami Fina.
“Fina,”
Kata Fina, membalas salam Panji.
Dalam
sekejap pertemuan yang sedikit membuat canggung itu selesai dengan Siska yang
menawarkan tempat duduk di sudut gerai Kopi. Awalnya Rina menolak untuk duduk
di sudut gerai kopi. Tapi, Siska dan Panji memaksanya. Rina terpaksa
mengiyakan. Gerai kopi tidak terlalu ramai, hanya ada beberapa pasang kekasih
dan orang-orang yang sedang meeting bersama klien.
Sabtu
sore, pukul tiga. Siska menghampiri Fina yang sedang meracik kopi, meninggalkan
Rina dan Panji. Seperti dua orang yang baru bertemu sejak lama. Siska dan Fina
justru seperti dua orang yang sering bertemu setiap hari. Fina sedikit
bercerita tentang sekolahnya di Singapura, Siska menceritakan soal Rina yang
lagi-lagi menang dari dirinya. Fina tersenyum sinis, mengatakan bahwa Rina
memang bukan sahabat yang baik dan pantas mati. Siska terkekeh, mengiyakan
ucapan Fina.
Dua
cangkir capucino yang dipesan Panji dan Rina, selesai diracik Fina. Siska
tersenyum menatap Fina, Siska meminta Fina untuk bisa menghantarkannya pada
Panji dan Rina yang sedari dulu masih saling diam, tidak membuka pembicaraan.
Siska selesai menaruh dua cangkir kopi, menaruh kopi Panji sebelum kopi Rina.
Mengedipkan mata ke arah Panji, lalu kembali menuju Fina yang sedang
membersihkan cangkir kopi. Siska mengacungkan ibu jarinya pada Fina, Fina
membalasnya dengan menempelkan ujung ibu jari dan ujung jari telunjuknya.
Beberapa
detik setelahnya, Panji beranjak dari kursinya, menuju bar—tempat Siska dan
Fina bercakap-cakap.
“Aku
kan nggak pesan Capucino,” Kata Panji, menyerahkan secangkir capucino pada
Siska.
“Oh…
sorry, sayang. Aku lupa… Kamu sama kaya aku kan?” Tanya Siska, mengambil capucino
dari tangan Panji.
“Caramel
Machiato,” Bisik Panji, dekat telinga Siska.
Fina
tersenyum bergairah melihat pemandangan di depannya. Siska melihat Rina yang
tersenyum pahit melihat Panji dan Siska dari tempatnya duduk, lalu melihat Rina
merogoh tasnya. Beberapa menit Rina duduk sendiri, Panji, Fina dan Siska seru
mengobrol di meja bar. Persis di depan Fina yang masih meracik Caramel Machiato
untuk Panji dan Siska.
Dua
cangkir Caramel Machiato sudah selesai diracik Fina, Panji dan Siska
mengucapkan terimakasih lalu meninggalkan Fina, menuju Rina yang memegang
cangkir, lalu meminum capucinonya di setengah perjalanan Panji dan Siska menuju
sudut gerai kopi. Fina menyusul Panji dan Siska.
Beberapa
langkah sebelum Panji dan Siska sampai ditempat Rina duduk. Cangkir Rina lepas
dari tangannya, jatuh menghantam lantai lalu pecah, seketika Panji berlari menuju
Rina yang kejang di tempatnya duduk. Siska dan Fina menyusul, buru-buru
mempercepat langkahnya, setelah melihat mulut Rina yang mengeluarkan busa.
“Telpon
ambulans!!” Teriak Panji.
------
Dua
hari setelah kejadian di gerai kopi, jenazah Rina dimakamkan. Sebelum
dimakamkan, penyidik melakukan autopsi terhadap jenazah Rina. Penyidik
menemukan zat korosif di lambung Rina. Sehari setelah pemakaman, penyidik melakukan
prarekontruksi, dengan membawa serta Panji, Siska dan Fina. Dari rekaman CCTV
penyidik menemukan kejanggalan dari diri Siska yang menemui Fina saat sedang
meracik kopi, dari rekaman CCTV yang ada Siska dan Fina nampak akrab.
Prarekontruksi yang dilakukan Siska dan Fina sedikit berbeda dengan fakta CCTV
yang ada. Dua hari setelah prarekontruksi, rumah Siksa dan Fina digeledah oleh
pihak penyidik. Tidak ditemukan barang-barang mencurigakan dari kedua rumah.
Penyidik
mengaku memilikki cukup bukti untuk menahan Siska dan Fina. Gelar perkara di
kejaksaan dilakukan sepuluh hari setelah kejadian yang membunuh Rina sore itu.
Kuasa Hukum Siska dan Fina meminta penyidik melakukan autopsi ulang terhadap
jasad Rina. Tapi jaksa, menolak permintaan Siska dan Fina.
Siska
dan Fina dijerat dengan pasal 340 KUHP atau pembunuhan berencana dengan
ganjaran Hukuman mati. Muncul kegaduhan di televisi, banyak media yang
memanggil narasumber ahli untuk mengadakan diskusi tentang kasus ini.
Pro-kontra menyelimuti kasus, mulai dari pihak kepolisian yang tidak terbuka
dengan alat bukti yang ada hingga keganjalan dari dugaan fakta-fakta yang
dipaparkan pihak penyidik. Berita acara penahanan Siska dan Fina sudah
dilakukan, untuk sementara Siska dan Fina ditahan sampai penyelidikan selesai
dilakukan.
Dua
minggu setelah pemakaman Rina, Panji didatangkan untuk menjadi saksi. Pihak
kepolisian mengatakan bahwa Panji adalah saksi kunci dari kasus yang membunuh
Rina. Hubungan terlarang Panji dan Siska menjadi patokan kepolisian untuk membuka
titik terang kasus ini. Kesaksian Panji menjadi viral di sosial media, banyak
yang berkomentar bahwa pembunuhan berencana juga dilakukan oleh Panji.
Sebulan
setelah kasus Rina mencuat, polisi Australia mengundurkan diri dari penyidikan.
Belum diketahui jelas penyebab mundurnya. Media massa berspekulasi atas berita
ini, banyak media yang memberitakan adanya perbedaan hasil penyelidikan antara
penyidik dan polisi Australia. Adanya keanehan yang ditutupi dari kasus ini.
Panji
masih berstatus menjadi Saksi kunci kasus ini. Spekulasi tercipta, polisi
mengatakan bahwa kecemburuan Siska terhadap Rina membuatnya berencana membunuh
Rina dengan Zat Sianida yang bisa didapatnya di Lab Kimia, di kampusnya.
Ditambah lagi dengan cerita masa SMA Fina. Saat kesaksian berlangsung di
kepolisian, ada kesamaan nasib yang dialami Siska dan Fina, bahwa mereka berdua
diam-diam membenci Rina.
Empatpuluh
hari setelah kasus Rina, polisi baru membuka bukti baru, kesaksian baru dari
Ayah Rina yang baru saja bercerai dengan Istrinya, seminggu sebelum Rina
meregang nyawa. Ibu Rina jatuh miskin setelah perceraian, Rina terpaksa hidup
dengan ayahnya. Ayah Rina jarang berada dirumah. Polisi baru memeriksa Ayah
Rina sehari setelah pulang dari London untuk urusan pekerjaan.
Menurut
pakar psikologi yang didatangkan oleh salah satu stasiun televisi, Jiwa Rina
terguncang karena perceraian kedua orangtuanya, ditambah lagi perceraian itu
terjadi hanya karena Ibu Rina sakit-sakitan. Ayah Rina tutup mulut ketika
wartawan menanyai kelanjutan kasusnya.
Dua
bulan kasus Rina ramai dibicarakan, polisi menutup kasus Rina, dengan menjatuhi
hukuman seumur hidup kepada Siska dan Fina.
------
Seminggu
setelah kasus Rina ditutup, salah satu stasiun televisi mendapatkan rekaman
CCTV pusat perbelanjaan, rekaman CCTV yang berbeda—tidak dimilikki oleh
penyidik kepolisian. Rekaman ini ramai diperbincangkan, karena diduga Rina
bunuh diri dengan meracuni kopinya sendiri. Mahasisiwi semester lima Ilmu Kimia
ini, merogoh tasnya, mengambil cairan yang diduga Zat Sianida dalam tabung
kecil saat duduk sendiri, lalu menuangkannya pada kopinya.
Spekulasi-pun
mencuat. Rina bunuh diri karena sedih melihat ibunya jatuh miskin, menjadi gila
karena hubungannya dengan Panji yang meregang, dan mengetahui bahwa Panji
menjalin hubungan terlarang dengan Siska. Ditambah kenyataan bahwa Ayah Rina
menceraikan ibunya dan menikah lagi dengan wanita berkebangsaan Inggris.
Spekulasi itu menjadi kuat karena asuransi kematian Mirna sejumlah satu
tirliyun rupiah telah diterima oleh Ibu Rina dua minggu setelah kasusnya
ditutup.
------
Mengetahui
kabar tersebut, seminggu kemudian kepolisan kembali membuka kasus Rina,
membebaskan Siska dan Fina seminggu setelah kasus dibuka kembali. Menyatakan
bahwa kasus Rina adalah kasus murni bunuh diri. Setelah itu, kasus benar-benar
ditutup.
------
Sabtu
malam, pukul tujuh. Tiga bulan sejak kematian Rina. Mercedez hitam milik Panji
meluncur dari rumah Siska, menuju apartemen Panji di Jakarta Pusat. Ada janji
yang belum ditepati Siska, bercinta dengan Panji. Di dalam mobil Senyum mereka
merekah, saling tatap penuh nafsu, saling menggoda. Sampai basement apartemen,
Panji dan Siska buru-buru menuju lift, masuk, menekan tombol 14—lantai empat
belas. Siska menyambar bibir Panji—Panji membalasnya dengan ganas.
Bunyi
lift menghentikan ciuman mereka, Panji dan Siska merapikan baju lalu keluar
dengan santai, Panji menggandeng Siska menuju apartemennya. Membuka pintu
dengan kunci khusus apartemen, kartu bertuliskan nomor kamar. Buru-buru Panji
menutup pintu, melumat bibir Siska. Siska meloncat merangkulkan kakinya pada
pinggang Panji. Panji membawa Siska ke kamarnya, lalu merebahkannya di kasur ber-sprai
putih. Panji menciumi leher Siska, bersamaan dengan itu, Siska mulai melepas
kacamata dan membuka kancing blus putihnya. Ciuman Panji menjalar sampai dada
Siska, menggigit puting Siska setelah melepas Branya dengan gigi. Ciuman Panji
semakin ganas, melewati dada Siska hingga pusar. Siska menahan Panji ketika
Panji hendak membuka rok hitamnya.
“Kenapa?”
Tanya Panji.
“Makasii,”
Jawab Siska
“Untuk?”
Kata Panji, membelai rambut Siska
“Rekaman
yang bebasin aku sama Fina.”
“Oh
itu… Kamu yang pinter, masukin cairan itu, ke cangkir Rina tanpa Fina tahu,”
Panji tersenyum menatap Siska.
“Ya
paling enggak, kebiasaan Rina bawa gula cair, bisa bikin orang-orang mikir,
kalau dia bunuh diri,” Kata Panji mengecup bibir Siska.
“I
Love You, Beib,” Kata Siska menggoda.
---
No comments:
Post a Comment
Ayo Beri Komentar