Honda
Jazz silver yang terparkir di halaman gedung fakultas hukum, bergoyang. Seorang
sekuriti memeriksa dengan senter bercahaya kuning—oranye di tangan kanannya.
Sekuriti itu mengarahkan senter ke kaca depan mobil. Terlihat punggung seseorang
di kursi kemudi dengan rambut yang terkuncir. Cahaya senter memperjelas lekuk
tubuh seorang wanita yang sedang melepas kait bra hitam.
------
Ada
yang sulit diperjelas dari kisah cinta. Bagaimana cara mereka terbentuk, mereka
tumbuh dan mereka berakhir. Julia Asna Maurisa merasakan apa yang orang sebut
dengan jatuh cinta. Rasanya seperti patah hati yang dibumbui dengan aroma yang mengundang.
Tidak ada bedanya.
Kemarin,
Julia mendengar kabar yang jelas tidak mengenakkan. Seorang sekuriti menemukan Haris
Alif Bardja bercinta di dalam mobilnya dengan Gladys Sania Maharatni. Dosen
cantik berumur 28 tahun. Dosen yang terkenal dikalangan mahasiswa-mahasiswa
nakal. Caranya menatap seseorang dengan menggigit bibirnya, caranya mengedipkan
mata, telah membuat banyak orang terpesona dengan kecantikannya.
------
“Jadi
bener, kabar tentang Haris?” Seorang teman bertanya pada Julia.
Julia
masih melamun, di sudut lorong gedung fakultas hukum. Pertanyaan dari temannya
beterbangan entah kemana. Seorang teman yang mengerti banyak tentang Julia.
Maurice, namanya. Bulir air mata Julia jatuh membasahi celananya. Maurice duduk
mendekati Julia, merangkul Julia, mengelus halus pundaknya. Julia bersandar
pada pundak Maurice. Tangisnya menjadi penghalang kata yang hendak keluar.
“Gila
ya…” Kalimat Maurice terputus, melongo melihat Haris dan Gladys dalam satu
mobil yang hendak diparkirkan di halaman gedung. Mereka saling mengecup bibir
setelah mobil terparkir dan hendak keluar. Haris menatap Maurice dan Julia yang
duduk berdampingan setelah menutup pintu mobil.
Haris
dan Gladys bergandengan tangan seperti sepasang mempelai yang berjalan di
karpet merah dalam pernikahan yang serba mewah. Mereka berlalu tanpa
mempedulikan Maurice dan Julia.
“Gila
ya, Bu Gladys itu kan udah punya suami.”
“Dan
satu anak, umur satu tahun,” Seorang pria tiba-tiba duduk di sebelah Maurice.
“Eh
Jo, darimana?” Tanya Maurice menatap Johan, seorang pria yang diam-diam
mencintai Julia. Seorang pria yang tidak pernah lelah menunggu. Seorang pria
yang dicintai Maurice.
“Tadi
ada kelas, baru kelar,” Johan melirik Julia bertanya pada Maurice dengan
tatapan yang membuat alisnya naik-turun.
“PMS,
biasa perempuan,” jawab Maurice sok asik.
“Nggak
pinter bohong kamu, Maurice.”
“Rumahku
kebanjiran, Jo” Jawab Julia, bangkit dari pundak Maurice dan mengusap wajahnya
yang dipenuhi air mata. Johan dan Maurice menahan tawa.
“Kenapa
Mak Jul? Soal Haris lagi?” Tanya Johan dengan menahan sakit karena Maurice mencubit
kakinya.
“Mak
Jul, kaya nama penjual es doger depan kampus aja,” Jawab Julia, tertawa pelan.
“Nah
pas, siang-siang gini minum es doger,” Maurice menawari.
“Ayo-ayo
aja mah kalo aku, Mak Jul gimana? Mau nggak?” Tanya Johan.
“Yaudah
ayo,” Julia bangkit berdiri, diikuti Johan dan Maurice.
“Tunggu,
aku ambil mobil dulu,” Kata Maurice, mencari kunci di kantong Jeansnya.
“Yaelah,
Cuma di depan aja. Jalan kaki-lah sekali-kali,” Jawab Johan.
“Iya
Maurice nih, habisin bensin aja, mending dipake buat malam mingguan bareng
Bagas,” Ledek Julia.
“Bagas
udah ke laut, ngambang!!” Jawab Maurice.
Johan
dan Maurice, dua orang yang mewarnai hidup Julia. Julia, Maurice dan Johan sama-sama
tahu ada perasaan diantara mereka bertiga. Tapi, mereka memilih diam dan tidak
membahasnya. Johan mencintai Julia, Maurice mencintai Johan. Julia memilih
tidak menanggapi perasaannya atas Johan. Demi menjaga hubungannya dengan
Maurice. Mereka bertiga adalah bukti bahwa status bukan hal yang harus dicari
dan dipertanyakan apalagi didapatkan. Status hanya membuat orang-orang mati
rasa.
------
Julia
dan Haris belum resmi berpisah. Tapi, kabar putusnya hubungan mereka sudah
menyebar ke seluruh kampus. Haris dan Gladys sudah tidak malu untuk menunjukkan
kemesraannya di depan orang-orang. Haris yang menjadi idola banyak
mahasiswi-mahasiswi nakal semakin percaya diri karena berhasil mengalahkan
mahasiswa lain yang juga mengincar sensualitas Gladys Sania Maharatni. Haris
menghiraukan teman-temannya yang mengatakan bahwa Gladys telah memilikki Suami
dan seorang Anak. Haris mengetahuinya, Suami Gladys yang bekerja sebagai petroleum engineer membuatnya jarang
pulang. Hanya beberapakali dalam setahun.
“Mak Jul!! Es doger
tigaaa,” Suara Johan membuat orang-orang yang ada di lapak es doger Mak Jul
menatapnya.
“Huss, berisik ah,”
Kata Maurice, menjambak rambut Johan.
Julia
hanya terkekeh melihat kelakuan Maurice dan Johan. Mereka duduk bersamaan
dengan mengeluarkan ponselnya masing-masing.
“Yuk,
dikumpulin, aku yang paling bawah, Maurice paling atas,” Kata Johan, menumpuk
ponsel mereka.
“Apa
pengaruhnya, coba?” Tanya Julia.
“Pengaruhlah,
biarkan hape kita jatuh cinta,” Johan mengedipkan mata. Maurice dan Julia
memanyunkan bibir.
“Yang
hapenya pertama kali bunyi, boleh pegang hape, mainan, bales chat, semuanya
pokoknya. Deal?” Tanya Maurice, mengacungkan jari kelingkingnya.
“Deal,”
Julia dan Johan menempelkan kelingkingnya pada kelingngking Maurice, tanda
setuju.
Tiga
es doger yang dipesan sudah siap saji di depan mereka. Seperti biasa, karena
Johan yang paling cerewet, dialah yang memimpin doa.
“Ya
Tuhan, berkahi es doger ini, lancarkan kuliah kita, dan sadarkan Haris yang sok
kegantengan, dan buatlah aku jadi lebih tampan daripada dia, agar Julia
terpesona. Aamiin, berdoa selesai,” Mereka tertawa bersama, Julia dan Maurice
menampar pundak Johan.
Beberapa
menit mereka menikmati es doger. Ponsel Julia berdering. Julia melihat nama
Haris di layar ponselnya. Dia membiarkan dering terus berbunyi. Membuat Maurice
dan Johan saling menatap.
“Angkat
tuh,” Kata Johan, menikmati es doger yang ada di mulutnya.
“Males
ah, udah biar aja.”
Setelah
tiga kali ponsel Julia berdering. Ponsel Maurice yang berada di tengah—diantara
ponsel Julia dan Johan ikut berdering. Maurice langsung mengeceknya. Satu pesan
via Whatsapp dari Haris.
“Nih,
Haris nanyain kamu,” Maurice melihatkan ponselnya pada Julia.
“Julia lagi sama kamu nggak?... Jawab apa
nih Jo?” Tanya Julia.
“Enggak,
lagi mesra-mesraan sama Johan… Gitu” Kata Johan dengan es doger yang masih
tersisa di mulutnya
“Oke,” Beberapa detik Julia mengetik pesan, lalu
memberikan ponsel kepada Maurice.
“Gila
ah, cari mati kalian berdua,” Maurice menanggapi.
“Kalo
aku mah, selama bareng Julia, oke-oke aja,” Johan mengedipkan mata ke arah Julia—Julia
balas tertawa.
“Nih,
Haris bales, mau kesini. Dia tahu kalo kita di sini,” Maurice menunjukkan
ponselnya pada Julia.
“Bagus
dong, bakal ada pe—rang!!” Johan mengangkat alis—Julia menatapnya.
Limabelas
menit sejak mereka duduk. Honda Jazz silver milik Haris pelan-pelan berhenti di
depan lapak es doger Mak Jul. Johan yang duduk di depan Maurice dan Julia melihat
kaca pintu kemudi dibuka. Maurice dan Julia menoleh, Haris yang memakai kaca
mata hitam tersenyum, di ikuti Gladys Sania Maharatni yang menyapa.
“Julia,”
Haris melepas kacamata hitamnya, menatap Julia, “Kita Putus,” pelan kalimat itu
keluar dari bibir Haris—Haris menarik kasar kalung yang ada di lehernya, lalu
melemparkannya ke arah Julia. Menutup kaca mobil setelah Gladys mencium pipi
Haris.
“Woo,
kampret!!” Johan bangkit dan berteriak. Lalu mengambil kalung yang dilemparkan
Haris. “JH?” Tanya Johan pada Julia yang menundukkan kepala. Maurice mencoba
menenangkannya dengan mengelus halus punggung Julia.
“Julia—Haris,”
Jawab Maurice.
“Johan
Homo,” celetuk Johan, membuat Julia tertawa dan menatap Johan lalu memukul
pertunya.
“Duduk,
Jo,” Julia menarik kursi merah yang ada di sampingnya.
“Are
you okay?” Tanya Maurice.
“Fine,”
Senyum Julia, mengangkat Bahu.
“Bisa
gitu ya, tuh laki kampret,” Johan ngupil.
“Johan!!
Upilmu itu loh—nggilani,” Kata
Maurice.
“Mau?
Nih, nih…” Johan mengarahkan kelingkingnya ke Maurice. Julia tertawa, mencubit
tangan Johan, membuatnya kesakitan dan mengelus tangannya cepat.
“Move
on, Jul,” Maurice menatap Julia.
“Move
on? Ngapain? Move on tuh nggak ada, itu kalimat yang diciptain sama orang-orang
yang nggak bisa ngelupain mantannya. Makanya selalu bilang udah move on, biar dikira udah lupa, udah ikhlas, padahal…
Boro-boro ikhlas, membuka diri buat orang lain aja susah. Itu kan bukti kalo
dia belum bisa lupa apalagi Ikhlas,” Kata Johan sambil menghabiskan sisa es
dogernya.
“Terus
istilah yang tepat apa?” Tanya Maurice.
“Lanjutkan!!”
Jawab Johan.
“Yeee…
Kaya kampanye aja,” Maurice tertawa melihat Julia merebut es doger Johan.
“Berpindah—Berangkat
dari masa lalu kita, mencari masa depan,” Julia menambahi.
“Nah,
bener tuh. Tapi jangan sampe masa depanmu dipengaruhi sama masa lalumu,” Johan
merebut es dogernya dari Julia.
“Yaelah,
kaya ngerti aja kamu, Jo,” Ledek Maurice.
“Nih
dengerin. Orang yang udah nikah dan punya anak aja bisa selingkuh. Apalagi yang
baru pacaran. Jadi nggak ada gunannya-kan status
kalo gitu, nggak penting!” Kata Johan menatap Maurice dan Julia.
“Terus
apa dong yang penting?” Tanya Maurice, menyenggol pundak Julia. Tersenyum dan
mengangkat alis berbarengan.
“Yang
penting sekarang, kita habisin es doger ini, terus pergi. Nonton kek, ngopi
pake sianida atau apalah gitu,” Johan menenggak habis es dogernya.
“Wooo!!”
Julia dan Maurice menampar pundak Johan, membuatnya tersedak.